
Misteri Tutankhamun: Kisah Hidup dan Kematian Sang Firaun Muda
MisteriSejarah.com~~ Misteri Tutankhamun menarik perhatian dunia ketika arkeolog Inggris, Howard Carter, membuka sarkofagus di Lembah Para Raja, Mesir, pada 16 Februari 1923. Penemuan ini mengungkapkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Siapa sebenarnya Raja Tutankhamun, sang firaun muda yang meninggal pada usia 19 tahun? Apa yang menyebabkan kematiannya? Dan mengapa kisah hidupnya hampir terhapus dari sejarah Mesir Kuno?
Teknik forensik modern kini memberikan petunjuk baru yang mengarah pada penyebab kematian Raja Tut, meski misteri seputar hidup dan kematiannya masih sulit terpecahkan.
Penemuan yang Mengguncang Dunia
Pada 1922, Howard Carter menemukan makam Raja Tutankhamun yang tak terjamah sebelumnya di Lembah Para Raja. Penemuan ini mengubah pandangan dunia tentang Mesir Kuno. Tidak hanya kekayaan makamnya yang menarik perhatian, tetapi juga kondisi mumi Raja Tut yang relatif utuh.
Namun, Carter sendiri tidak memiliki jawaban pasti mengenai kematian sang firaun muda. Mumi Raja Tut, yang ditemukan dalam kondisi baik, memberi petunjuk mengenai penyebab kematiannya. Hasil pemindaian CT dan tes DNA mengungkapkan bahwa ia menderita malaria dan memiliki cacat bawaan pada kaki yang diduga akibat perkawinan sedarah.
Teori-teori Tentang Kematian Raja Tut
Teori Kecelakaan Kereta
Salah satu teori yang muncul adalah kecelakaan kereta. Beberapa dokumenter, seperti yang diproduksi BBC pada 2014, menyebutkan bahwa Raja Tut mungkin meninggal akibat kecelakaan kereta kuda. Teori ini menyebutkan bahwa ia terjatuh dari kereta akibat kakinya yang cacat, yang menyebabkan patah tulang dan infeksi.
Namun, teori ini belum dapat dibuktikan sepenuhnya. Tidak ada catatan sejarah yang mencatat kecelakaan semacam itu, dan beberapa ahli, seperti Christopher Naunton, meragukan teori ini. “Kita belum tahu dengan pasti bagaimana Tutankhamun meninggal,” ujar Naunton. Ada kemungkinan cedera tersebut terjadi setelah Raja Tut meninggal, mungkin akibat penanganan mumi oleh para peneliti setelah ditemukan.
Teori Cedera dan Infeksi
Teori lain yang berkembang adalah bahwa kematian Raja Tut disebabkan oleh infeksi akibat cedera yang dideritanya. Sebuah luka besar ditemukan di sisi kiri tubuh mumi, yang kemungkinan besar berasal dari kecelakaan atau pertempuran. Cedera tersebut menyebabkan infeksi yang berujung pada kematian.
Namun, beberapa peneliti seperti Frank Rühli, ahli mumi dari Swiss, berpendapat bahwa pemeriksaan lebih mendalam terhadap tulang-tulang mumi akan memberikan petunjuk yang lebih akurat. Rühli menilai bahwa teknologi terbaru saja tidak cukup. Penyidikan lebih lanjut pada kerangka dan cedera yang ditemukan pada mumi dianggap lebih penting.
Tantangan dalam Penelitian Kematian Raja Tut
Faktor Post-Mortem
Kondisi mumi Raja Tut menjadi salah satu tantangan besar dalam menyelidiki penyebab kematiannya. Mumi tersebut mengalami perubahan signifikan selama ribuan tahun. Carter menemukan mumi tersebut pada 1923 dan para ahli menganalisisnya pertama kali pada 1926. Mumi mengalami kerusakan selama bertahun-tahun. Para peneliti menyingkirkan beberapa artefak, seperti kalung dan permata, untuk mencegah kerusakan pada mumi yang rapuh. Mereka khawatir artefak-artefak tersebut akan semakin merusak mumi.
Betsy M. Bryan, profesor dari Johns Hopkins University, menjelaskan perubahan post-mortem sangat mempengaruhi pemahaman tentang kematian Raja Tut. Proses mumifikasi dan penanganan yang tidak hati-hati menyebabkan sulitnya menemukan penyebab kematian yang pasti. Para peneliti harus mempertimbangkan perubahan-perubahan ini ketika mereka menganalisis mumi. Mereka harus membedakan antara kerusakan yang terjadi selama proses mumifikasi dan kerusakan yang terjadi setelahnya.
Teknologi Forensik Masa Depan
Teknologi modern, seperti pemindaian CT dan tes DNA, memberikan banyak informasi. Namun, para ahli percaya penemuan lebih lanjut dan teknologi yang lebih baik diperlukan untuk mengungkap kebenaran. Bryan optimis ilmu forensik yang lebih maju suatu saat nanti mengungkapkan detail yang lebih jelas mengenai kematian Raja Tut. Ia berharap para ilmuwan menggunakan teknik-teknik baru, seperti analisis isotop dan pemindaian 3D resolusi tinggi, untuk mempelajari mumi Raja Tutankhamun.
Meskipun ada banyak alat canggih, Rühli menekankan penelitian lebih lanjut pada bagian tubuh mumi yang mengalami cedera. Ia berpendapat bagian kaki, lutut, dan wajah mumi seharusnya menjadi fokus utama dalam penyelidikan lebih lanjut. Para peneliti perlu melakukan pemindaian CT resolusi tinggi pada bagian-bagian tubuh tersebut. Mereka juga perlu mengambil sampel DNA dari jaringan yang terluka. Dengan penelitian yang lebih mendalam, para ilmuwan berharap dapat mengungkap penyebab kematian Raja Tutankhamun secara pasti.
Kisah Hidup Raja Tut yang Terhapus
Selain kematiannya, kehidupan Raja Tutankhamun juga dipenuhi misteri. Sebagai anak dari Raja Akhenaten, yang terkenal dengan kebijakan pemujaan dewa Aten, Tutankhamun mengalami masa kecil yang penuh pergolakan. Akhenaten memutuskan untuk mengubah kepercayaan agama Mesir dengan memaksa penyembahan dewa tunggal, Aten, yang mengubah struktur politik dan sosial Mesir.
Setelah kematian Akhenaten, Tutankhamun yang masih sangat muda naik takhta. Ia kemudian mengembalikan tradisi penyembahan dewa-dewa Mesir yang lama, termasuk membangun kembali kuil-kuil yang rusak. Kebijakan ini membawa stabilitas bagi kerajaan Mesir, namun tidak cukup untuk mempertahankan dinasti Akhenaten.
Menghapus Jejak Keluarga Akhenaten
Setelah Raja Tut meninggal, penguasa Mesir berikutnya berusaha menghapus jejak Akhenaten dan keluarganya dari sejarah. Mereka berusaha untuk menghilangkan memori tentang sang firaun kontroversial tersebut, bahkan mencoba menghapus nama Akhenaten dan Tutankhamun dari daftar raja-raja Mesir yang sah. Hal ini membuat kuburan mereka hilang selama ribuan tahun hingga ditemukan oleh Howard Carter pada awal abad ke-20.
David P. Silverman, seorang profesor Mesirologi, menyebut bahwa penguasa Mesir selanjutnya berusaha menghapus kenangan tentang keluarga Akhenaten. Seolah-olah, mereka berusaha menyatakan bahwa keluarga ini tidak pernah ada dalam sejarah Mesir. Meskipun demikian, penemuan makam Tutankhamun akhirnya membangkitkan kembali minat dunia terhadap raja muda ini.
Raja Tut sebagai Ikon Mesir Kuno
Meskipun kisah hidup Raja Tut hampir terhapus, kematiannya yang misterius menjadikannya salah satu firaun paling terkenal dalam sejarah. Mumi Raja Tut menjadi ikon Mesir Kuno, dan penemuan makamnya memberi gambaran luar biasa tentang kebesaran peradaban Mesir. Meskipun tak banyak yang tahu tentang masa pemerintahannya, makamnya yang utuh dan penuh harta karun menjadi bukti megahnya Mesir kuno.
Keabadian Raja Tut
Raja Tutankhamun meninggal muda, namun warisannya terus hidup. Ia tidak hanya terkenal karena kematiannya yang misterius, tetapi juga karena ia memulihkan tradisi keagamaan. Ia melakukannya setelah masa kekuasaan ayahnya, Akhenaten. Meskipun kisah hidupnya hampir hilang, penemuan makamnya memberikan wawasan berharga tentang peradaban Mesir Kuno. Para arkeolog menemukan makamnya yang hampir utuh, mereka menemukan artefak-artefak yang luar biasa, dan mereka mempelajari mumi Raja Tutankhamun.
Hingga kini, Raja Tutankhamun tetap menjadi subjek utama penelitian dan perbincangan tentang Mesir Kuno. Para ilmuwan terus mempelajari mumi dan artefak yang mereka temukan di makamnya. Mereka ingin mengungkap lebih banyak tentang kehidupan dan budaya Mesir yang telah lama terkubur. Meskipun banyak misteri yang belum terpecahkan, Raja Tut terus menjadi simbol kemegahan dan misteri Mesir Kuno. Para sejarawan dan arkeolog terus meneliti kehidupan dan kematiannya, mereka mencari petunjuk tentang masa pemerintahannya, dan mereka mencoba memahami peranannya dalam sejarah Mesir Kuno.